Anjuran Menuntut Ilmu Dalam Islam
Manusia dilahirkan dan datang ke dunia ini dalam keadaan polos,
telanjang, buta ilmu pengetahuan, walaupun ia dibekali dengan kekuatan
dan pancaindera yang dapat menyiapkannya untuk mengetahui dan belajar.
Allah swt. berfirman:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl 78).
Maka pendengaran, penglihatan dan akal ialah alat-alat yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk digunakannya memperoleh pengetahuan dan merupakan jendela-jendela yang melaluinya orang dapat menjenguk ke alam yang luas untuk mengetahui rahasia-rahasianya, kemudian mengambil manfaat dari apa yang Allah telah mengisinya untuk kemakmuran, kebahagiaan dan kelestarian hidup manusia, makhluknya yang diamanatkan untuk menjadi khalifah-Nya di atas bumi ini.
Orang-orang yang tidak mengambil manfaat dari pemberian Allah itu dan tidak menggunakannya sesuai dengan fungsinya, patut digolongkan ke dalam bilangan binatang, karena mereka telah menyia-nyiakan pemberian Allah untuk mencari ilmu dan pengetahuan sebagai pembentuk kepribadian manusia. Berfirman Allah swt.:
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raaf 179).
Kunci ilmu pengetahuan
Tentang bidang membaca, Allah berfirman:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. “(Al-alaq 1-5).
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.” (Nun 1).
Rasulullah saw. telah memberi kesempatan kepada para tawanan musyrikin Quraisy dalam perang Bad’r yang tidak sanggup menebus dirinya dengan harta, agar mengajar membaca dan menulis kepada sepuluh anak orang Islam sebagai tebusan. Hal mana menunjukkan betapa besarnya perhatian Rasulullah terhadap mata pelajaran membaca dan menulis sebagai kunci ilmu pengetahuan.
Tentang anjuran menyelidiki alam semesta, Allah berfirman:
“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". “ (Yunus 101).
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-A’raaf 185).
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang ciptaan Allah) .” (Saba’ 46).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Ali Imraan 190-191).
Rasulullah saw. bersabda setelah membaca ayat-ayat ini: “Binasalah orang yang membacanya dan tiada merenungkannya.”
Tentang anjuran agar orang bepergian mengelilingi bumi berfirmanlah Allah swt:
“Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj 46).
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al ‘Ankabuut 19-20).
Islam merasa tidak cukup dengan hanya menunjukkan kunci-kunci ilmu pengetahuan dan jalan-jalan untuk mencapainya. Islam bahkan mendorong orang untuk giat menuntutnya dan bersungguh-sungguh dalam mengejarnya dan menguasai segala bidangnya. Allah swt. berfirman:
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thaaha 114).
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. setelah turunnya ayat ini berdo’a: “Ya Allah, ajarkanlah kepadaku apa yang berguna bagiku, dan berilah kepadaku manfaat dari apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan tambahlah ilmuku, segala puji bagi-Mu atas segala hal.”
Orang tidak akan merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang ia telah capai, tetapi selalu berusaha menambah pengetahuannya, berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan duniawinya. Sebab barangsiapa telah dikaruniai ilmu, maka ia telah memperoleh karunia kebajikan dari segala sudutnya:
Firman Allah swt.: .
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (AlBaqarah 269).
Kekayaan duniawi tidak ada bobotnya dibandingkan dengan kekayaan ilmu dan pengetahuan, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
“Dunia itu terkutuk dan terkutuk semua apa yang ada di dalamnya kecuali orang yang berdzikir (ingat) kepada Allah, orang alim dan orang menuntut ilmu.” (rw. Atturmudzi).
Karena itu sifat iri hati (hasad) yang tercela dalam agama Islam, bahkan dipuji jika sasarannya ilmu dan pengetahuan. Bersabda Rasulullah saw.:
“Tiada iri hati (hasad) yang dibolehkan kecuali terhadap dua sasaran; terhadap orang yang dikaruniai Allah harta kekayaan dan digunakan untuk menegakkan hak dan kebenaran dan terhadap orang yang dikarunniai Allah ilmu dan hikmah yang diajarkannya lain orang dan dijadikannya pedoman putusan hukumannya”.
Al-Qur’an menetapkan bahwa Rasul yang diutus oleh Allah ditugaskan membaca ayat-ayat untuk manusia, mensucikan mereka dengan ajaran akhlak yang luhur dan peradaban yang tinggi dan mengajar mereka kitab Allah dan hikmah (ilmu pengetahuan). Allah berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Al-Jumu’ah 2).
Orang yang alim dan orang yang bodoh (buta ilmu) tidaklah sama kedudukannya terhadap Allah maupun di pandangan masyarakat, demikian pula tidak sama penilaiannya tentang soal-soal kehidupan. Allah berfirman:
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".(Az-Zumar 9).
Orang yang berpengetahuan melek (terbuka) hati dan jiwa sedang orang tidak berpengetahuan adalah adalah buta hati, bua jiwa dan mudah tersesat oleh godaan syaitan. Allah swt. berfirman:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah 11)
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.” (Ar-Ruum 59).
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,”(Arra’d 19).
Orang yang tidak memberi penghargaan kepada para ulama, tidaklah patut mengaku dirinya pengikut Muhammad dan penganut agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Tidak termasuk golongan kita barangsiapa tidak mengasihi yang kecil-kecil dan muda usia di antara kita dan menghormati yang besar-besar dan lanjut usia serta tidak memberi penghargaan kepada para ulama kita.”
Allah swt., memberi penilaian sama tinggi kepada kesaksian para ulama dan dengan kesaksian para malaikat tentang kebenaran keesaan-Nya, bahkan menggabungkan kesaksian para ulama kepada kesaksian-Nya!
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran 18).
“Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul". Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab". (Ar-Ra’d 43).
Dan untuk mengetahui betapa tinggi penilaian agama Islam terhadap ilmu pengetahuan, terhadap ulamanya, terhadap pengajaranya dan terhadap penuntutnya, maka dapat dibuktikan dengan beberapa hadits Rasulullah saw. sebagai berikut:
“Barangsiapa melalui jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke syurga, dan bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu. Dan bahwa para ulama itu adalah pewaris para nabi, karena pada nabi tidak mewariskan harta, tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa menangkapnya hendaklah menangkap bahagian yang banyak.” (rw. Attermidzi).
“barangsiapa keluar mencari ilmu maka selama ia belum kembali, ia berkedudukan sebagai seorang mijahid di jalan Allah.” (rw. Attermidzi).
“Sesunggunya Allah swt., para malaikat-Nya dan para penghuni langit dan bumi, sampai-sampai semut di dalam lobangnya dan ikan (di laut) sama-sama bershalawat (berdo’a) bagi orang yang mengajar kebaikan kepada sesama manusia.” Rw. Attermidzi).
“Bersabda Rasulullah: “Semoga Allah memberi rahmat kepada khalifah-khalifahku”. Lalu bertanya para sahabat: “Bukankah kita semua adalah khalifah-khalifahmu, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Kamu adalah sahabat-sahabatku sedang khalifah-khalifahku adalah mereka yang datang sesudah aku, mempelajari sunnatku dan mengajarkannya kepada orang lain.”
“Semoga Allah memberi cahaya bagi orang yang telah mendengar ceritaku dan mengingatnya kemudian menyampaikannya kepada orang lain tepat sebagaimana ia telah mendengarnya dari aku. Karena kadang kala orang yang ditabligi (dida’wahi) lebih ingat dan teliti daripada orang yang mendengarnya langsung.”
Menjadi tabi’at seorang mu’min bahwa ia akan selalu mengejar ilmu dan menambah pengetahuannya, dan ia tidak akan berhenti selama ada kesempatan belajar dan menambah pengetahuan, ia seakan-akan orang serakah yang tidak akan pernah kenyang.
Bersabda Rasulullah saw.:
“Seorang mu’min tidak akan berhenti mendengar pelajaran yang baik sampai mencapai akhir hayatnya di syurga.” (rw. Attermidzi).
Islam mendorong dan menganjurkan para penganutnya mencari ilmu dan menuntut pengetahuan, karena dengan ilmulah orang dapat membedakan antara haq dan bathil, antara kebajikan dan kejahatan, antara yang salah daripada yang benar, antara hidayah dan sesat, antara baik dan jelek, antara yang bermanfaat dan yang madharat. Dan ilmu itu bagi akal manusia umpama cahaya bagi mata, yang tanpa cahaya itu mata menjadi buta.
Harga diri seseorang dan tingkat kedudukannya dalam suatu pergaulan hidup ditentukan oleh seberapa jauh ia menguasai ilmu dan memiliki pengetahuan. Demikian pula tingkat kemajuan sesuatu umat di segala bidang ditentukan oleh tingkat kecerdasan umat itu dan sejauh mana para warganya memiliki pengetahuan. Dengan ilmulah sesuatu umat bisa meningkatkan taraf hidupnya, memakmurkan rakyatnya dan menyusun kekuatannya.
Diriwayatkan oleh Sa’ad bin Mu’adz r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Pelajarilah ilmu karena mempelajari ilmu adalah sebagian dari taqwa kepada Allah, menuntutnya sebagian dari ibadah, mendiskusikannya sebagai tasbih, memperdalaminya sebagai berjihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya merupakan sedekah dan memberikannya kepada yang patut menerimanya merupakan pendekatan kepada Allah. Karena ilmu itu petunjuk bagi hal-hal yang halal maupun yang haram, ia pelita bagi perjalanan ahli syurga. Ilmu itu adalah penghibur dalam kesepian, teman dalam perantauan, pengobrol dalam khalwat, penuntun di waktu suka dan duka, senjata terhadap musuh dan penghibur bagi kawan. Dengan ilmu Allah mengangkat kaum-kaum sebagai pemimpin untuk kebajikan yang jejak-jejaknya diikuti, amal-amal mereka ditiru dan pendapat-pendapatnya di dengar. Para malaikat mendambakan berkawan dengan kaum-kaum itu dan dengan sayap-sayap mereka diusap. Untuk kaum-kaum yang berilmu itu beristighfarlah semua makhluk yang basah dan yang kering, ikan-ikan, ular-ular, singa-singa laut dan binatang-binatangnya. Karena ilmu itu menghidupkan hati dari kebodohan dan merupakan lampu bagi mata-mata dari kegelapan. Dengan ilmu seseorang hamba Allah dapat mencapai kedudukan orang-orang yang saleh dan tingkat-tingkat yang tinggi di dunia dan di akhirat. Merenungkan sesuatu masalah ilmiah sama seperti berpuasa dan berdarusan ilmiah sama dengan ibadah di waktu malam. Dengan ilmu dapat terlaksana silaturahmi dan dengan ilmu dapat diketahui mana yang halal dan mana yang haram. Ilmu merupakan imamnya amal dan amal perbuatan adalah pengikut ilmu. Ilmu diilhamkan oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak didapatkan oleh orang-orang yang celaka dan bengal.” (rw. Ibnu Abdulbarr).
Adapun ilmu yang seharusnya tiap muslim mengetahuinya, ialah: Tentang wahyu sesuai dengan apa yang ada dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya dan dengan ajaran aqidah dan syariat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Ilmu itu adalah: Al-Qur’an (Aayatun mukhamah), Hadits Rasulullah (Sunnatun Qaimah) dan Syari’at (Faridhatun aadilah).
” Tantang aqidah berfirmanlah Allah swt.:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah.” (Muhammad 19).
Dan tentang syari’at bersabdalah Rasulullah saw.:
“Menuntut ilmu adalah wajib atas tiap muslim dan muslimat”.
Ilmu yang wajib dipelajari ialah pengetahuan tentang apa yang harus diamalkan, seperti pengetahuan tentang hukum-hukumnya sembahyang dan tentang apa yang diharamkan dan dihalalkan oleh agama. Demikian pula segala apa yang dilakukan tanpa dasar pengetahuan yang meyakinkan adalah ibadah yang bathil (tidak sah) dan sekali-kali tidak akan diterima.
Berkata Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
“Dua orang mematahkan punggungku (menjengkelkan) aku: Orang bodoh (tidak berpengetahuan) yang betapa dalam ibadahnya dan orang alim (berpengetahuan) yang bermaksiat secara terbuka.”.
Adapun cabang-cabang ilmu yang bersumber dari wahyu, ialah tafsir, hadits, riwayat nabi, tauhid, fiqih, sejarah Islam, hukum-hukum Islam dan tasawuf. Selain itu Islam juga menghimbau para penganutnya agar memepelajari cabang-cabang ilmu yang berhubungan dengan alam semesta, seperti ilmu alam, ilmu kimia, ilmu falak, tumbuh-tumbuhan, ilmu jiwa, sosial dan sejarah umum, karena itu semua dapat menambah pengetahuan orang dan keyakinannya akan kebesaran Tuhan dan kekuasaan-Nya serta hikmah yang terkandung dalam apa yang telah diciptakan.
Marilah kita mempelajari dan merenungkan apa yang terkandung dalam ayat-ayat firman Allah swt. di bawah ini:
“Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan.”(Qaaf 6-11).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-ruum 22).
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Faathir 27-28).
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ar-ruum 50).
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Annuur 43-44).
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” (Ath-Thaariq 5-7). .
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? “ Adz Dzariaat 20-21).
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ingatlah bahwa Sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang Pertemuan dengan Tuhan mereka. ingatlah bahwa Sesungguhnya Dia Maha meliputi segala sesuatu.” (Fushshilat 53-54).
Tidakkah dalam ayat-ayat yang dikutip di atas terkandung petunjuk yang menghimbau umat Islam agar mempelajari secara mendalam ilmu alam, ilmu hayat, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu sosial dan sejarah? Di samping itu dalam banyak hal ayat-ayat yang mengandung perintah mempelajari ilmu-ilmu tersebut terdapat kata-kata “wasakhkhara” yang artinya “menundukkan”, yakni bahwasanya Allah swt. telah menundukkan apa yang telah diciptakan di langit dan di bumi dengan semua isi dan kandungannya untuk dimanfaatkan oleh manusia, makhluk utamanya yang ditugaskan menjadi khalifah-Nya di atas bumi.
Terang sekali bahwa manusia tidak akan sanggup mengambil manfaat dari apa yang telah diciptakan oleh Tuhan itu, jika ia tidak mengenalnya secara terperinci, mengetahui rahasia-rahasianya, cara-cara penggaliannya dan cara-cara penggunaannya secara tepat sesuai dengan kebutuhannya bagi kelestarian dan kebahagiaan hidupnya.
Para ulama Islam telah sepakat bahwa mempelajari dan mendalami cabang-cabang ilmu yang ada kaitannya dengan kehidupan manusia dan dengan teknik pembangunan yang merupakan kebutuhan pokok sesuatu umat, tidak terkecuali ilmu kemiliteran dan pertahanan adalah merupakan suatu “fardhu kifayah”.
Arti fardhu kifayah ialah, suatu kewajiban yang ditimpakan di atas suatu kelompok manusia sebagai suatu kesatuan, namun cukup bila dilaksanakan oleh sebagian warga-warga kelompok itu. Akan tetapi bila kewajiban itu sampai tidak terlaksana, maka seluruh anggota kelompok mengandung dosa.
Demikianlah, maka sejauh yang menyangkut suatu bangsa atau negara terutama yang berpedoman kepada hukum-hukum Islam, akan berdosalah para pemimpin dan para penguasanya yang bertanggung jawab, bila fardhu kifayah yang termaksud di atas merupakan dasar dan sendi hidup suatu bangsa dialpakan dan ditinggalkan tidak terlaksana.
Allah swt. berfirman:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl 78).
Maka pendengaran, penglihatan dan akal ialah alat-alat yang diberikan oleh Allah kepada manusia untuk digunakannya memperoleh pengetahuan dan merupakan jendela-jendela yang melaluinya orang dapat menjenguk ke alam yang luas untuk mengetahui rahasia-rahasianya, kemudian mengambil manfaat dari apa yang Allah telah mengisinya untuk kemakmuran, kebahagiaan dan kelestarian hidup manusia, makhluknya yang diamanatkan untuk menjadi khalifah-Nya di atas bumi ini.
Orang-orang yang tidak mengambil manfaat dari pemberian Allah itu dan tidak menggunakannya sesuai dengan fungsinya, patut digolongkan ke dalam bilangan binatang, karena mereka telah menyia-nyiakan pemberian Allah untuk mencari ilmu dan pengetahuan sebagai pembentuk kepribadian manusia. Berfirman Allah swt.:
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raaf 179).
Kunci ilmu pengetahuan
- Membaca
- Menyelidiki alam semesta
- Mengadakan perjalanan di atas bumi Allah
Tentang bidang membaca, Allah berfirman:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. “(Al-alaq 1-5).
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.” (Nun 1).
Rasulullah saw. telah memberi kesempatan kepada para tawanan musyrikin Quraisy dalam perang Bad’r yang tidak sanggup menebus dirinya dengan harta, agar mengajar membaca dan menulis kepada sepuluh anak orang Islam sebagai tebusan. Hal mana menunjukkan betapa besarnya perhatian Rasulullah terhadap mata pelajaran membaca dan menulis sebagai kunci ilmu pengetahuan.
Tentang anjuran menyelidiki alam semesta, Allah berfirman:
“Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". “ (Yunus 101).
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-A’raaf 185).
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang ciptaan Allah) .” (Saba’ 46).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Ali Imraan 190-191).
Rasulullah saw. bersabda setelah membaca ayat-ayat ini: “Binasalah orang yang membacanya dan tiada merenungkannya.”
Tentang anjuran agar orang bepergian mengelilingi bumi berfirmanlah Allah swt:
“Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj 46).
“Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al ‘Ankabuut 19-20).
Islam merasa tidak cukup dengan hanya menunjukkan kunci-kunci ilmu pengetahuan dan jalan-jalan untuk mencapainya. Islam bahkan mendorong orang untuk giat menuntutnya dan bersungguh-sungguh dalam mengejarnya dan menguasai segala bidangnya. Allah swt. berfirman:
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Thaaha 114).
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. setelah turunnya ayat ini berdo’a: “Ya Allah, ajarkanlah kepadaku apa yang berguna bagiku, dan berilah kepadaku manfaat dari apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan tambahlah ilmuku, segala puji bagi-Mu atas segala hal.”
Orang tidak akan merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang ia telah capai, tetapi selalu berusaha menambah pengetahuannya, berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan duniawinya. Sebab barangsiapa telah dikaruniai ilmu, maka ia telah memperoleh karunia kebajikan dari segala sudutnya:
Firman Allah swt.: .
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (AlBaqarah 269).
Kekayaan duniawi tidak ada bobotnya dibandingkan dengan kekayaan ilmu dan pengetahuan, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
الدّنيا ملعونة، ملعون ما فيها إلاّ ذكرالله وما والاه وعالما أو متعلّما. (رواه الترمذى
“Dunia itu terkutuk dan terkutuk semua apa yang ada di dalamnya kecuali orang yang berdzikir (ingat) kepada Allah, orang alim dan orang menuntut ilmu.” (rw. Atturmudzi).
Karena itu sifat iri hati (hasad) yang tercela dalam agama Islam, bahkan dipuji jika sasarannya ilmu dan pengetahuan. Bersabda Rasulullah saw.:
لا حسد الاّ فى اثنتين:رجل أتاه الله مالا فسلّطه على هلكته فى الحقّ ورجل أتاه الله الحكمة فهو يقضى بها ويعلّمها. (البخارى ومسلم
“Tiada iri hati (hasad) yang dibolehkan kecuali terhadap dua sasaran; terhadap orang yang dikaruniai Allah harta kekayaan dan digunakan untuk menegakkan hak dan kebenaran dan terhadap orang yang dikarunniai Allah ilmu dan hikmah yang diajarkannya lain orang dan dijadikannya pedoman putusan hukumannya”.
Al-Qur’an menetapkan bahwa Rasul yang diutus oleh Allah ditugaskan membaca ayat-ayat untuk manusia, mensucikan mereka dengan ajaran akhlak yang luhur dan peradaban yang tinggi dan mengajar mereka kitab Allah dan hikmah (ilmu pengetahuan). Allah berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Al-Jumu’ah 2).
Orang yang alim dan orang yang bodoh (buta ilmu) tidaklah sama kedudukannya terhadap Allah maupun di pandangan masyarakat, demikian pula tidak sama penilaiannya tentang soal-soal kehidupan. Allah berfirman:
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".(Az-Zumar 9).
Orang yang berpengetahuan melek (terbuka) hati dan jiwa sedang orang tidak berpengetahuan adalah adalah buta hati, bua jiwa dan mudah tersesat oleh godaan syaitan. Allah swt. berfirman:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah 11)
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahami.” (Ar-Ruum 59).
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,”(Arra’d 19).
Orang yang tidak memberi penghargaan kepada para ulama, tidaklah patut mengaku dirinya pengikut Muhammad dan penganut agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
ليس منّا من لم يرحم صغيرنا ولم يوقّر كبيرنا ويعرف لعالمنا حقّه
“Tidak termasuk golongan kita barangsiapa tidak mengasihi yang kecil-kecil dan muda usia di antara kita dan menghormati yang besar-besar dan lanjut usia serta tidak memberi penghargaan kepada para ulama kita.”
Allah swt., memberi penilaian sama tinggi kepada kesaksian para ulama dan dengan kesaksian para malaikat tentang kebenaran keesaan-Nya, bahkan menggabungkan kesaksian para ulama kepada kesaksian-Nya!
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imran 18).
“Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul". Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab". (Ar-Ra’d 43).
Dan untuk mengetahui betapa tinggi penilaian agama Islam terhadap ilmu pengetahuan, terhadap ulamanya, terhadap pengajaranya dan terhadap penuntutnya, maka dapat dibuktikan dengan beberapa hadits Rasulullah saw. sebagai berikut:
من سلك طريقا يطلب فيه علما سهّل الله
له طريقا إلى الجنّة، وإنّ الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما
يصنع، وإنّ العلماء ورثة الانبياء، وإنّ الانبياء لم يورّثوا دينارا ولا
درهما وإنّماورّثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظّ وافر. (رواه الترمذى)
“Barangsiapa melalui jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke syurga, dan bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu. Dan bahwa para ulama itu adalah pewaris para nabi, karena pada nabi tidak mewariskan harta, tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa menangkapnya hendaklah menangkap bahagian yang banyak.” (rw. Attermidzi).
من خرج ليطلب بابا من العلم فهو فى سبيل الله حتّى يرجع. (رواه الترمذى
“barangsiapa keluar mencari ilmu maka selama ia belum kembali, ia berkedudukan sebagai seorang mijahid di jalan Allah.” (rw. Attermidzi).
إنّ الله وملائكته وأهل السموات والارض حتّى النّملة فى حجرها وحّى الحوت ليصلّون على معلّم النّاس الخير. (رواه الترمذى)
“Sesunggunya Allah swt., para malaikat-Nya dan para penghuni langit dan bumi, sampai-sampai semut di dalam lobangnya dan ikan (di laut) sama-sama bershalawat (berdo’a) bagi orang yang mengajar kebaikan kepada sesama manusia.” Rw. Attermidzi).
رحم الله خلفائ، قالت الصّحابة: ألسنا
خلفاءك يارسل الله؟ قال: أنتم أصحابى، وإنّما خلفائ الّذين يأتون بعدى
يتعلّمون سنّتى وعلّمو نها النّاس نضّرالله امرءا سمع مقالتى فوعاها ثّ
أدّا هاكما سمعها فربّ مبّلغ أوعى من سامع.
“Bersabda Rasulullah: “Semoga Allah memberi rahmat kepada khalifah-khalifahku”. Lalu bertanya para sahabat: “Bukankah kita semua adalah khalifah-khalifahmu, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Kamu adalah sahabat-sahabatku sedang khalifah-khalifahku adalah mereka yang datang sesudah aku, mempelajari sunnatku dan mengajarkannya kepada orang lain.”
“Semoga Allah memberi cahaya bagi orang yang telah mendengar ceritaku dan mengingatnya kemudian menyampaikannya kepada orang lain tepat sebagaimana ia telah mendengarnya dari aku. Karena kadang kala orang yang ditabligi (dida’wahi) lebih ingat dan teliti daripada orang yang mendengarnya langsung.”
Menjadi tabi’at seorang mu’min bahwa ia akan selalu mengejar ilmu dan menambah pengetahuannya, dan ia tidak akan berhenti selama ada kesempatan belajar dan menambah pengetahuan, ia seakan-akan orang serakah yang tidak akan pernah kenyang.
Bersabda Rasulullah saw.:
لن يشبع مؤمن من خير حتّى يكون منتهاه الجنّة.
“Seorang mu’min tidak akan berhenti mendengar pelajaran yang baik sampai mencapai akhir hayatnya di syurga.” (rw. Attermidzi).
Islam mendorong dan menganjurkan para penganutnya mencari ilmu dan menuntut pengetahuan, karena dengan ilmulah orang dapat membedakan antara haq dan bathil, antara kebajikan dan kejahatan, antara yang salah daripada yang benar, antara hidayah dan sesat, antara baik dan jelek, antara yang bermanfaat dan yang madharat. Dan ilmu itu bagi akal manusia umpama cahaya bagi mata, yang tanpa cahaya itu mata menjadi buta.
Harga diri seseorang dan tingkat kedudukannya dalam suatu pergaulan hidup ditentukan oleh seberapa jauh ia menguasai ilmu dan memiliki pengetahuan. Demikian pula tingkat kemajuan sesuatu umat di segala bidang ditentukan oleh tingkat kecerdasan umat itu dan sejauh mana para warganya memiliki pengetahuan. Dengan ilmulah sesuatu umat bisa meningkatkan taraf hidupnya, memakmurkan rakyatnya dan menyusun kekuatannya.
Diriwayatkan oleh Sa’ad bin Mu’adz r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
تعلّموا العلم فإنّ تعلّمه لله خشية
وطله عبادة، ومذاكرته تسبيح والبحث عنه جهاد وتعليمه لمن لا يعلمه صدقة
وبذله لأهله قربة لأنّه معالم الحلال والحرام ومنارسبل أهل الجنّة وهو
الأنيس فى الوحشة والصّاحب فى الغربة والمحدّث فى الخلوة والدّليل على
السّرّاء والضّرّاء والسّلاح على الأعداء والزّين عند الأخلاّء. يرفع الله
به أقواما فيجعلهم فى الخير قادة تقتفى أثارهم ويقتدى بفعالهم وينتهى إلى
رأيهم. ترغب الملائكة فى خلّتهم وبأجنحتها تمسحهم ويستغفرلهم كلّ رطب ويابس
وحيتان البحر وهوامّه وسباع البحر وأنعامه، لأنّ العلم حياة القلوب من
الجهل ومصابيح الأبصار من الظّلم. يبلغ العبد بالعلم منازل الأخيار
والدّرجات العلا فى الدّنيا والأخرة والتّفكير فيه بعدل الصّيام ومدارسته
تعدل القيام به توصل الأرحام وبه يعرف الحلال من الحرام وهو إمام العمل
والعمل تابعه يلهمه السّعداء ويحرمه الأشقياء.(رواه ابى عبد البر موقوفا)
“Pelajarilah ilmu karena mempelajari ilmu adalah sebagian dari taqwa kepada Allah, menuntutnya sebagian dari ibadah, mendiskusikannya sebagai tasbih, memperdalaminya sebagai berjihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya merupakan sedekah dan memberikannya kepada yang patut menerimanya merupakan pendekatan kepada Allah. Karena ilmu itu petunjuk bagi hal-hal yang halal maupun yang haram, ia pelita bagi perjalanan ahli syurga. Ilmu itu adalah penghibur dalam kesepian, teman dalam perantauan, pengobrol dalam khalwat, penuntun di waktu suka dan duka, senjata terhadap musuh dan penghibur bagi kawan. Dengan ilmu Allah mengangkat kaum-kaum sebagai pemimpin untuk kebajikan yang jejak-jejaknya diikuti, amal-amal mereka ditiru dan pendapat-pendapatnya di dengar. Para malaikat mendambakan berkawan dengan kaum-kaum itu dan dengan sayap-sayap mereka diusap. Untuk kaum-kaum yang berilmu itu beristighfarlah semua makhluk yang basah dan yang kering, ikan-ikan, ular-ular, singa-singa laut dan binatang-binatangnya. Karena ilmu itu menghidupkan hati dari kebodohan dan merupakan lampu bagi mata-mata dari kegelapan. Dengan ilmu seseorang hamba Allah dapat mencapai kedudukan orang-orang yang saleh dan tingkat-tingkat yang tinggi di dunia dan di akhirat. Merenungkan sesuatu masalah ilmiah sama seperti berpuasa dan berdarusan ilmiah sama dengan ibadah di waktu malam. Dengan ilmu dapat terlaksana silaturahmi dan dengan ilmu dapat diketahui mana yang halal dan mana yang haram. Ilmu merupakan imamnya amal dan amal perbuatan adalah pengikut ilmu. Ilmu diilhamkan oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak didapatkan oleh orang-orang yang celaka dan bengal.” (rw. Ibnu Abdulbarr).
Adapun ilmu yang seharusnya tiap muslim mengetahuinya, ialah: Tentang wahyu sesuai dengan apa yang ada dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya dan dengan ajaran aqidah dan syariat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
ألعلم ثلاثة: أية محكمة وسنّة قائمة وفريضة عادلة
“Ilmu itu adalah: Al-Qur’an (Aayatun mukhamah), Hadits Rasulullah (Sunnatun Qaimah) dan Syari’at (Faridhatun aadilah).
” Tantang aqidah berfirmanlah Allah swt.:
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah.” (Muhammad 19).
Dan tentang syari’at bersabdalah Rasulullah saw.:
طلب العلم فريضة على كلّ مسلم ومسلمة
“Menuntut ilmu adalah wajib atas tiap muslim dan muslimat”.
Ilmu yang wajib dipelajari ialah pengetahuan tentang apa yang harus diamalkan, seperti pengetahuan tentang hukum-hukumnya sembahyang dan tentang apa yang diharamkan dan dihalalkan oleh agama. Demikian pula segala apa yang dilakukan tanpa dasar pengetahuan yang meyakinkan adalah ibadah yang bathil (tidak sah) dan sekali-kali tidak akan diterima.
Berkata Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
قصم ظهرى إثنان: جاهل متنسّك وعالم متهتّك
“Dua orang mematahkan punggungku (menjengkelkan) aku: Orang bodoh (tidak berpengetahuan) yang betapa dalam ibadahnya dan orang alim (berpengetahuan) yang bermaksiat secara terbuka.”.
Adapun cabang-cabang ilmu yang bersumber dari wahyu, ialah tafsir, hadits, riwayat nabi, tauhid, fiqih, sejarah Islam, hukum-hukum Islam dan tasawuf. Selain itu Islam juga menghimbau para penganutnya agar memepelajari cabang-cabang ilmu yang berhubungan dengan alam semesta, seperti ilmu alam, ilmu kimia, ilmu falak, tumbuh-tumbuhan, ilmu jiwa, sosial dan sejarah umum, karena itu semua dapat menambah pengetahuan orang dan keyakinannya akan kebesaran Tuhan dan kekuasaan-Nya serta hikmah yang terkandung dalam apa yang telah diciptakan.
Marilah kita mempelajari dan merenungkan apa yang terkandung dalam ayat-ayat firman Allah swt. di bawah ini:
“Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun, untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). seperti Itulah terjadinya kebangkitan.”(Qaaf 6-11).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-ruum 22).
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Faathir 27-28).
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ar-ruum 50).
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Annuur 43-44).
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” (Ath-Thaariq 5-7). .
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? “ Adz Dzariaat 20-21).
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ingatlah bahwa Sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang Pertemuan dengan Tuhan mereka. ingatlah bahwa Sesungguhnya Dia Maha meliputi segala sesuatu.” (Fushshilat 53-54).
Tidakkah dalam ayat-ayat yang dikutip di atas terkandung petunjuk yang menghimbau umat Islam agar mempelajari secara mendalam ilmu alam, ilmu hayat, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu sosial dan sejarah? Di samping itu dalam banyak hal ayat-ayat yang mengandung perintah mempelajari ilmu-ilmu tersebut terdapat kata-kata “wasakhkhara” yang artinya “menundukkan”, yakni bahwasanya Allah swt. telah menundukkan apa yang telah diciptakan di langit dan di bumi dengan semua isi dan kandungannya untuk dimanfaatkan oleh manusia, makhluk utamanya yang ditugaskan menjadi khalifah-Nya di atas bumi.
Terang sekali bahwa manusia tidak akan sanggup mengambil manfaat dari apa yang telah diciptakan oleh Tuhan itu, jika ia tidak mengenalnya secara terperinci, mengetahui rahasia-rahasianya, cara-cara penggaliannya dan cara-cara penggunaannya secara tepat sesuai dengan kebutuhannya bagi kelestarian dan kebahagiaan hidupnya.
Para ulama Islam telah sepakat bahwa mempelajari dan mendalami cabang-cabang ilmu yang ada kaitannya dengan kehidupan manusia dan dengan teknik pembangunan yang merupakan kebutuhan pokok sesuatu umat, tidak terkecuali ilmu kemiliteran dan pertahanan adalah merupakan suatu “fardhu kifayah”.
Arti fardhu kifayah ialah, suatu kewajiban yang ditimpakan di atas suatu kelompok manusia sebagai suatu kesatuan, namun cukup bila dilaksanakan oleh sebagian warga-warga kelompok itu. Akan tetapi bila kewajiban itu sampai tidak terlaksana, maka seluruh anggota kelompok mengandung dosa.
Demikianlah, maka sejauh yang menyangkut suatu bangsa atau negara terutama yang berpedoman kepada hukum-hukum Islam, akan berdosalah para pemimpin dan para penguasanya yang bertanggung jawab, bila fardhu kifayah yang termaksud di atas merupakan dasar dan sendi hidup suatu bangsa dialpakan dan ditinggalkan tidak terlaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar